Ada Teroris di Kampus Islam ? (Tanda Tanya, lhoo..)

Sejak Peristiwa penggerebekan dua teroris bersaudara, Syaifudin Juhri dan M Syahrir di kawasan kos kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, isu radikalisme kampus semakin berkembang. Kelompok mahasiswa yang bersifat keislaman, terutama yang berhaluan garis keras semakin tersudutkan. Radikalisme dan fundamentalisme Islam kampus menjadi wacana baru. Kelompok-kelompok ini yang diduga memiliki kedekatan secara ideologis maupun karakter gerakan dengan jaringan teroris.

Kampus UIN, yang sebelumnya bernama IAIN merupakan kampus yang menjadi kawah candradimuka lahirnya intelektual muslim yang moderat. Walaupun sebagian orang menyebut IAIN atau UIN lebih memberikan pintu lebar kepada pemikiran liberal. Arus deras pemikiran Islam pembaharu, Islam moderat, atau bisa disebut Islam liberal semakin bergema setelah reformasi. Pertama kali diusung oleh Harun Nasution, kemudian dilanjutkan oleh Nurcholis Madjid dari Univ. Chicago USA.

Namun setelah konversi IAIN menjadi UIN, dengan dibukanya prodi non ke-Islaman seperti eksata, sosial, dll., benih-benih aktivitas Islam kampus yang berhaluan kanan semakin mendominasi. Mereka yang berjilbab gaya Arab, bercadar, berjenggot, dan bercelana di atas mata kaki, adalah para aktivis yang mendominasi organisasi kemahasiswaan. Kaderisasi dibangun sangat rapi. Mulai dari penyambutan mahasiswa baru, sampai membangun jaringan di pos-pos kemahasiswaan bahkan sampai ke Senayan.

Ini tidak hanya terjadi di UIN Syarif Hidayatullah saja, namun terjadi juga di berbagai kampus bahkan bukan hanya kampus yang bercirikhas Islam. Mereka membentuk kelompok-kelompok halaqoh kecil, dengan peserta para akitivis Islam yang sangat eksklusif, dan ada kemungkinan disusupi oleh jaringan-jaringan teroris, karena antara jaringan teroris dan kelompok-kelompok ini mempunyai kesamaan yaitu memiliki jaringan level internasional baik secara ideologi maupun dana. Antara keduanya juga sama-sama menolak paham Islam tradisional dan seluruh praktek keagamaan yang telah diajarkan oleh Walisongo ketika mengislamkan nusantara.

Suatu saat sel-sel kecil dari kelompok ini juga membangun jaringan bawah tanah underground yang ada di kampus, dan mungkin akan menjadi bom waktu yang jauh lebih dahsyat daripada percika terorisme jaringan N. Moh. Top. Mereka adalah anak muda yang sedang mencari pegangan hidup, memiliki militansi, hidup dalam atmosfer akademis. Namun mereka lahir dari rahim keluarga yang bukan santri, yaitu lingkungan sekuler bahkan broken home. Sebaliknya aktivis-aktivis yang lahir dari keluarga santri menyeberang terjun dalam dinamika pemikiran Islam yang moderat atau dianggap liberal. Mungkinkah kampus-kampus Islam ke depan mampu menunjukkan kepada dunia bahwa Islam itu agama rahmatan lil 'alamin yang mengajarkan anak didiknya untuk menebar cinta damai, bukan menebar teror dan kekerasan ??

Tulisan ini dikutip dari Majalah Bhakti Depag DIY, tulisan dari Bp. Gugun El Guyanie, dengan perubahan seperlunya. Saya tertarik oleh tulisan ini, dan bukan bermaksud sesuatu pada suatu kelompok. Wallahu alam bi shawab.
0 Responses

Tinggalkan komentar Anda...